Tanda Hati Yang Mati
مِنْ علاَماَتِ مَوْتِ القلبِ عَدَمُ
الحُزنِ على ماَ فاَتكَ منَ المُواَفَقاَتِ وَتركُ النَّدَمِ علىَ ما فَعلتهُ من
الزَّلاَّتِ.
"Sebagian dari pada tanda matinya hati, yaitu jika tidak merasa sedih
[susah]karena tertinggalnya suatu amal [perbuatan] kebaikan [kewajiban], juga
tidak menyesal jika terjadi berbuat pelanggaran dosa."
Syarah
Pada Hikmah sebelumnya diterangkan supaya jangan meninggalkan Dzikir
walaupun hati belum bisa hadhir ketika berdzikir. Begitu juga dengan ibadah dan
amal kebaikan. Janganlah meninggalkan ibadah lantaran hati tidak khusyuk ketika
beribadah dan jangan meninggalkan amal kebaikan lantaran hati belum ikhlas
dalam melakukannya. Khusyuk dan ikhlas adalah sifat hati yang sempurna. dzikir,
ibadah dan amal kebaikan adalah cara-cara untuk membentuk hati agar menjadi
sempurna. Hati yang belum mencapai tahap kesempurnaan dikatakan hati itu
berpenyakit. Jika penyakit itu dibiarkan, tidak diambil langkah mengobatinya,
pada satu masa, hati itu mungkin akan mati. Matinya hati berbeda dengan mati
tubuh badan. Orang yang mati tubuh badan ditanam di dalam tanah. Orang yang
mati hatinya, tubuh badannya masih sehat dan dia masih berjalan ke sana kemari
dimuka bumi ini.
Manusia menjadi istimewa kerana memiliki hati rohani. Hati mempunyai nilai
yang mulia yang tidak dimiliki oleh akal fikiran. Semua anggota dan akal
fikiran menuju kepada alam benda sementara hati rohani menuju kepada Pencipta
alam benda. Hati mempunyai persediaan untuk beriman kepada Tuhan. Hati yang
menghubungkan manusia dengan Pencipta. Hubungan dengan Pencipta memisahkan
manusia dari daerah kehewanan dan mengangkat darjat mereka menjadi makhluk yang
mulia. Hati yang cerdas, sehat dan dalam keasliannya yang murni, berhubung erat
dengan Tuhannya. Hati itu membimbing akal fikiran agar akal fikiran dapat
berfikir tentang Tuhan dan makhluk Tuhan. Hati itu membimbing juga kepada
anggota tubuh badan agar mereka tunduk kepada perintah Tuhan dan menjauhi
larangan-Nya. Hati yang bisa mengalahkan akal fikiran dan anggota tubuh
badannya serta mengarahkan mereka berbuat taat kepada Alloh adalah hati yang
sehat.
Dalam suatu hadits Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:"Barangsiapa
yang merasa senang oleh amal kebaikannya, dan merasa sedih/menyesal atas
perbuatan dosanya, maka ia seorang mukmin."
Abdullah bin Mas'ud rodhiyallohu 'anhu berkata: ''Ketika kami dalam
majelis Rosululloh saw, tiba-tiba datang seseorang yang turun dari kudanya dan
mendekati Nabi shollallohu 'alaihi wasallam sambil berkata, 'Wahai
Rosululloh, saya telah melelahkan kudaku selama sembilan hari, maka saya
jalankan terus menerus selama enam hari, tidak tidur diwaktu malam dan puasa
pada siang hari, hingga lelah benar kuda ini, demi hanya untuk menanyakan
kepadamu dua masalah yang telah merisaukan hatiku hingga tidak dapat tidur'.
Nabi shollallohu 'alaihi wasallam bertanya, 'Siapakah engkau?'
Jawab orang itu, 'Zaidul-Khoir' Berkata Nabi shollallohu 'alaihi wasallam, 'Wahai
Zaidul-Khoir, bertanyalah kemungkinan sesuatu yang sulit, yang belum pernah
ditanyainya'. Berkata Zaidul-Khoir, 'Saya akan bertanya kepadamu
tanda-tanda orang yang disukai dan yang dimurkai?' Jawab Nabi shollallohu
'alaihi wasallam, 'Untung, untung, bagaimanakah keadaanmu saat ini
wahai Zaid?' Jawab Zaid, 'Saya saat ini, suka kepada amal kebaikan dan
orang-orang melakukan amal kebaikan, bahkan suka akan tersebarnya amal kebaikan
itu, dan bila aku ketinggalan merasa menyesal dan rindu pada kebaikan itu, dan
bila aku berbuat amal sedikit atau banyak, tetap saya yakin pahalanya'. Jawab
Nabi shollallohu 'alaihi wasallam, 'Ya itulah dia, andaikan Alloh tidak suka
kepadamu, tentu engkau disiapkan untuk melakukan yang lain dari pada itu, dan
tidak peduli di jurang yang mana engkau akan binasa'. Berkata Zaid, 'Cukup
wahai Rasululloh, lalu ia kembali ke atas kudanya, kemudian ia berangkat
pulang'.''