Pindahlah Dari Alam
(Makhluk) Kepada Pencipta Alam
لاَتـَرْحَلْ منْ كوْنٍ الىَ كَونٍ
فَتَكُونَ كَحِماَر سلرَّحىٰ يَسِيْرُ وَالمكانُ الَّذِىْ ارْتَحَلَ اليهِ
هُوَالَّذي ارْتـَحلَ مِنهُ ولٰكِنْ ارْحَلْ من الاَكوَانِ الى المُكَوِّنِ. وَاِنَّ
الىٰ رَبِّكَ المُنْتَهٰى
51. "Jangan
berpindah dari satu alam (makhluk) ke alam (makhluk) yang lain, berarti sama
dengan himar [keledai] yang berputar di sekitar penggilingan, ia berjalan
menuju ke tempat tujuan, tiba-tiba itu pula tempat yang ia mula-mula berjalan
dari padanya, tetapi hendaklah engkau pergi dari semua alam menuju kepada
pencipta alam; Sesungguhnya kepada Tuhanmu puncak segala tujuan."
Syarah
Keadaan orang yang tidak dapat melepaskan dirinya dari syirik adalah umpama
seekor keledai yang terikat dan berputar menggerakkan batu penggiling. Walaupun
jauh jarak yang dijalaninya namun, dia sentiasa kembali ke tempat yang sama.
Jika ia mau bebas perlulah ia melepaskan ikatannya dan keluar dari bulatan yang
sempit.
Orang yang mau membebaskan dirinya dari syirik secara keseluruhan,
hendaklah membebaskan perhatian hatinya dari semua perkara kecuali Allah.
Keluar dari bulatan alam dan masuk kepada Wujud Mutlak.
Jangan berpindah dari syirik yang terang ke alam syirik
yang samar. Amal kebaikan yang di nodai oleh riya', sum'ah [mengharap pujian
orang], tidak dianggap oleh syari'ah [tidak di terima oleh Alloh]. Dan apabila
telah bersih dari semua itu, kemudian beramal karena terdorong oleh
menginginkan kedudukan atau kekayaan atau karamah dunia atau akhirat, semua itu
masih termasuk alam hawa nafsu, dan belum mencapai tujuan ikhlas yang bersih
dari segala tujuan selain hanya kepada Allah, yakni tanpa pamrih. Karena itu
selama berpindah dari alam ke alam tidak berbeda, bagaikan keledai yang berputar
di sekitar penggilingan, tetapi seharusnya sekali berangkat dari alam ini,
langsung menuju kepada pencipta alam.
Karena itu Nabi Isa 'alaihihissalam pernah berkata kepada sahabat
hawariyyin: "Semua yang ada padamu dari berbagai nikmat kesenangan itu langsung
dari karunia Alloh kepadamu, maka manakah kiranya yang lebih besar harganya
[nilainya]? Apakah pemberiannya ataukah yang memberi?."
''Wa Inna ila Rabbikal-muntaha'' Sesungguhnya kepada
Tuhanmu itulah puncak segala tujuan. Sebab barangsiapa yang telah mendapatkan
Alloh, berarti telah mencapai segala sesuatu, baik urusan dunia mau pun urusan
akhirat.
وَانْظـُرْ الٰى قَولهِ صلَي اللهُ عليهِ وَسَلَّمَ : فمَنْ كاَنَتْ
هِجْرَتُهُ الىَ اللهِ وَرَسُوله فَهِجْرَتهُ الى اللهِ وَرَسُولهِ. ومن كاَنَتْ
هِجْرَتُهُ الىَ دُنْياَ يُصِيبُهاَ اَوِامْرَأَةٍ يَتزَوَّجُهاَ فَهِجرَتهُ الٰي
ما هاَجَرَ اِليهِ. فاَفْهَم قولَهُ عَلَيهِ الصَّلاةُ والسَّلامُ وَتأمَّلْ هٰذاَ
الاَمرَاِنْ كُنْتَ ذاَفهْمٍ
52. "Dan perhatikan
sabda Nabi shollallohu 'alaihi wasallam: 'Maka barangsiapa yang berhijrah
menuju kepada Alloh dan Rosul-Nya [menurut perintah Alloh dan Rosul-Nya], maka
hijrahnya akan diterima oleh Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang
berhijrah karena kekayaan dunia, dia akan mendapatkannya, atau karena perempuan
akan dinikahi, maka hijrahnya terhenti pada apa yang ia hijrah kepadanya.
Camkanlah sabda Nabi shollallohu 'alaihi wasallam ini dan perhatikanlah
persoalan ini jika engkau mempunyai kecerdasan faham."
Syarah
Hikmah ini adalah
lanjutan dari Kalam Hikmah yang lalu. Keluar dari satu hal kepada hal yang lain
adalah hijrah juga namanya.
Dan yang utama dalam hadits ini ialah
sabda Nabi shollallohu 'alaihi wasallam, bahwa hijrah yang tidak dengan niat
ikhlas kepada Alloh akan terhenti pada tujuan yang sangat rendah dan tidak
berarti, dan tidak akan mencapai keridhaan Alloh. Seseorang minta nasehat
kepada Abu Yazid al-Busthami, maka berkata Abu Yazid, 'Jika Alloh menawarkan
kepadamu akan diberi kekayaan dari Arsy sampai ke bumi, maka katakanlah, Bukan
itu ya Alloh, tetapi hanya Engkau ya Alloh tujuanku'. Abu Sulaiman ad-Darani
berkata: "Andaikan aku di suruh memilih antara masuk surga
Jannatul-Firdaus dengan shalat dua rakaat, niscaya saya pilih shalat dua
rakaat. Sebab di dalam surga, saya dengan bagianku, dan dalam shalat aku dengan
Tuhanku." Asy-Syibli rodhiallohu 'anhu berkata: "Berhati-hatilah dari
ujian Alloh, walaupun dalam perintah, “Kulu wasyarabu” [makan dan minumlah].
Sebab dalam pemberian nikmat itu ada ujian untuk diketahui, siapakah yang silau
dan lupa kepada-Nya setelah menerima nikmat, dan siapa yang tetap pada-Nya
sebelum dan sesudah menerima nikmat". Seorang penyair berkata: "Dia
shalat dan puasa karena sesuatu yang diharapkan, sehingga setelah tercapai
urusannya, dia tidak shalat dan puasa."